Advertisement
Advertisement
Sebut saja namanya cevi, anak
seorang nelayan, duduk di kelas 6 MI, yang sebentar lagi lulus dan akan
melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama. Namun dalam hati ayahnya
ada kekhawatiran, ada kegelisahan, ke mana, ke lembaga pendidikan mana harus
memasukkan anaknya, karena pergaulan anak jaman sekarang sangat memprihatinkan,
apalagi anaknya ini sudah merokok, bahkan tetangganya bilang sudah merokok
sejak kelas 4.
Maka mulailah ayah cevi ini
mencari informasi, bertanya kepada kawan-kawannya mengenai lembaga pendidikan
yang berkualitas. Kemudian di antara kawannya ada yang menyarankan untuk
memasukkan anaknya ke Gontor dan akhirnya ayah cevi menemui saya untuk
mendapatkan informasi yang lebih ditel mengenai Gontor karena saya salah satu
alumni.
Saya informasikan, saya
jelaskan segala hal tentang gontor, seperti bagaimana menuju ke sana, sistem
penerimaan, cara daftar, disiplin, materi apa yang diujikan dan lain-lain. Saya
berusaha mengenalkan Gontor kepada anaknya melalui video-video dan dengan yakin
cevi ingin masuk Gontor.
Baca juga : TAHAPAN PENDAFTARAN CALON PELAJAR PM GONTOR
Baca juga : TAHAPAN PENDAFTARAN CALON PELAJAR PM GONTOR
Namun sayang setelah saya tes,
cevi ini walaupun dari MI, untuk materi-materi yang diujikan dalam tes seleksi masuk
Gontor sangat lemah. Seperti baca al-qur’an, tajwid, praktek ibadah
sehari-hari, do’a-doa dan menulis arab. Untuk itu mumpung masih ada sekitar 3
bulan lagi, maka 2-3 kali setiap minggunya, cevi ke rumah saya untuk privat. Pada
awalnya dia rajin, tapi sayang makin lama makin jarang. Sehingga hasilnya pun
kurang maksimal.
Tibalah saatnya berangkat ke
Gontor tanggal 7 syawal dengan menggunakan avanza. Jujur saya sedikit
pesimistis terhadap cevi untuk lolos seleksi masuk Gontor mengingat hasil
privat yang kurang maksimal, tapi mudah-mudahan di sana mendapat mukjizat dan
lolos.
Tiba di Gontor tanggal delapan
8 syawal dan segera menyelesaikan proses pendaftaran hingga ujian lisan. Selesai
ujian, ayah cevi sekeluarga kembali lagi ke Tasik karena ada urusan mendesak, sementara
saya menemani cevi di Gontor hingga pelaksanaan ujin tulis dan kelulusan
seleksi masuk Gontor diumumkan.
Sehari sebelum kelulusan
diumumkan ayah cevi sudah datang lagi ke Gontor, sendirian tidak dengan keluarga
naik kendaraan umum. Keesokan harinya seluruh calon pelajar (capel) beserta wali
capel berkumpul di depan balai pertemuan untuk mendengarkan pembacaan hasil
ujian seleksi masuk Gontor. Saya bersama ayah cevi mendengarkan harap-harap
cemas. Panggilan pertama untuk capel yang lulus di Gontor 1, nama cevi tidak
ada, panggilan kedua untuk capel yang
lulus di Gontor 2, juga nama cevi tidak ada, hingga panggilan keenam untuk yang
di Gontor 6 magelang juga nama cevi tidak ada. Saya, ayah vevi makin
pesimistis, hingga akhirnya nama cevi dipanggil dalam daftar nama-nama capel
yang tidak lolos seleksi. Segera saya dan ayah cevi menghampiri cevi yang duduk
di deretan bangku dimana capel duduk. Cevi duduk tertunduk lesu, menangis,
sedih, menyesal karena termasuk di antara 400-an capel yang tidak lolos deleksi.
Saya pun tak kuasa menahan kesedihan, menitikan air mata melihat anak dan ayah
menangis, ayah cevi mencoba menenangkan, untuk bersabar dan berlapang dada. Hingga
akhirnya cevi menyadari ini semua adalah hasil dari usahanya selama ini. Saya coba
nasihati bahwa ini bukan akhir tapi ini adalah awal, ini adalah pelajaran bukan
kesalahan. Pelajaran bahwa jika kita punya mimpi maka harus sungguh-sungguh
untuk meraihnya. Akhirnya saya sarankan untuk masuk ke Pondok alumni yang
kurikulumnya hampir sama dengan Gontor, tepatnya Ponpes Modern Arrisalah,
Ponorogo yang jaraknya sekitar 10 Km dari Gontor. Alhamdullah dia bersedia dan
menunda mimpinya untuk masuk Gontor.
Bulan sya’ban 1439 H/Mei 2018,
tak terasa cevi sudah hampir satu tahun di Arrisalah. Sekarang cevi ada di
rumah mengisi libur panjang selama ramadhan dan sebelum puasa dia berkunjung ke
rumah saya. Saya perhatikan cevi sudah ada perkembangan, bagaimana dia bicara,
selalu pakai bahasa indonesia, karena selama di arrisalah selain bahasa arab
dan inggris, boleh berbahasa indonesia dalam kegiatan tertentu. Saya juga
bertanya beberapa kosa kata bahasa arab dan cevi bisa menjawabnya. Dan ternyata
mimpi besarnya masih tetap sama seperti setahun yang lalu, menjadi santri Gontor.
Mungkin bisa terwujud dua tahun kemudian, 2020 hingga selesai tingkat menengah pertama
di Arrisalah. Di saat cevi sudah PeDe, di saat bacaan qur’annya, tajwidnya,
menulis arabnya, praktek ibadahnya dan do’a-do’anya sudah membaik karena cevi
dari Pondok alumni, di saat semua sudah dipersiapkan dengan matang. Semoga.
Advertisement