“Jika anda ingin beribadah sebanyak-banyaknya datanglah ke Mekkah. Jika anda ingin ilmu sebanyak-banyaknya datanglah ke Mesir. Jika anda ingin pendidikan sebanyak-banyaknya datanglah ke Gontor,”

BOLEH BANGET "MIMPI" MASUK GONTOR

Advertisement
Advertisement
Sebut saja namanya cevi, anak seorang nelayan, duduk di kelas 6 MI, yang sebentar lagi lulus dan akan melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama. Namun dalam hati ayahnya ada kekhawatiran, ada kegelisahan, ke mana, ke lembaga pendidikan mana harus memasukkan anaknya, karena pergaulan anak jaman sekarang sangat memprihatinkan, apalagi anaknya ini sudah merokok, bahkan tetangganya bilang sudah merokok sejak kelas 4.  
Maka mulailah ayah cevi ini mencari informasi, bertanya kepada kawan-kawannya mengenai lembaga pendidikan yang berkualitas. Kemudian di antara kawannya ada yang menyarankan untuk memasukkan anaknya ke Gontor dan akhirnya ayah cevi menemui saya untuk mendapatkan informasi yang lebih ditel mengenai Gontor karena saya salah satu alumni.
Saya informasikan, saya jelaskan segala hal tentang gontor, seperti bagaimana menuju ke sana, sistem penerimaan, cara daftar, disiplin, materi apa yang diujikan dan lain-lain. Saya berusaha mengenalkan Gontor kepada anaknya melalui video-video dan dengan yakin cevi ingin masuk Gontor.

Baca juga : TAHAPAN PENDAFTARAN CALON PELAJAR PM GONTOR
Namun sayang setelah saya tes, cevi ini walaupun dari MI, untuk materi-materi yang diujikan dalam tes seleksi masuk Gontor sangat lemah. Seperti baca al-qur’an, tajwid, praktek ibadah sehari-hari, do’a-doa dan menulis arab. Untuk itu mumpung masih ada sekitar 3 bulan lagi, maka 2-3 kali setiap minggunya, cevi ke rumah saya untuk privat. Pada awalnya dia rajin, tapi sayang makin lama makin jarang. Sehingga hasilnya pun kurang maksimal.
Tibalah saatnya berangkat ke Gontor tanggal 7 syawal dengan menggunakan avanza. Jujur saya sedikit pesimistis terhadap cevi untuk lolos seleksi masuk Gontor mengingat hasil privat yang kurang maksimal, tapi mudah-mudahan di sana mendapat mukjizat dan lolos.
Tiba di Gontor tanggal delapan 8 syawal dan segera menyelesaikan proses pendaftaran hingga ujian lisan. Selesai ujian, ayah cevi sekeluarga kembali lagi ke Tasik karena ada urusan mendesak, sementara saya menemani cevi di Gontor hingga pelaksanaan ujin tulis dan kelulusan seleksi masuk Gontor diumumkan.

Sehari sebelum kelulusan diumumkan ayah cevi sudah datang lagi ke Gontor, sendirian tidak dengan keluarga naik kendaraan umum. Keesokan harinya seluruh calon pelajar (capel) beserta wali capel berkumpul di depan balai pertemuan untuk mendengarkan pembacaan hasil ujian seleksi masuk Gontor. Saya bersama ayah cevi mendengarkan harap-harap cemas. Panggilan pertama untuk capel yang lulus di Gontor 1, nama cevi tidak ada, panggilan kedua untuk  capel yang lulus di Gontor 2, juga nama cevi tidak ada, hingga panggilan keenam untuk yang di Gontor 6 magelang juga nama cevi tidak ada. Saya, ayah vevi makin pesimistis, hingga akhirnya nama cevi dipanggil dalam daftar nama-nama capel yang tidak lolos seleksi. Segera saya dan ayah cevi menghampiri cevi yang duduk di deretan bangku dimana capel duduk. Cevi duduk tertunduk lesu, menangis, sedih, menyesal karena termasuk di antara 400-an capel yang tidak lolos deleksi. Saya pun tak kuasa menahan kesedihan, menitikan air mata melihat anak dan ayah menangis, ayah cevi mencoba menenangkan, untuk bersabar dan berlapang dada. Hingga akhirnya cevi menyadari ini semua adalah hasil dari usahanya selama ini. Saya coba nasihati bahwa ini bukan akhir tapi ini adalah awal, ini adalah pelajaran bukan kesalahan. Pelajaran bahwa jika kita punya mimpi maka harus sungguh-sungguh untuk meraihnya. Akhirnya saya sarankan untuk masuk ke Pondok alumni yang kurikulumnya hampir sama dengan Gontor, tepatnya Ponpes Modern Arrisalah, Ponorogo yang jaraknya sekitar 10 Km dari Gontor. Alhamdullah dia bersedia dan menunda mimpinya untuk masuk Gontor.
Bulan sya’ban 1439 H/Mei 2018, tak terasa cevi sudah hampir satu tahun di Arrisalah. Sekarang cevi ada di rumah mengisi libur panjang selama ramadhan dan sebelum puasa dia berkunjung ke rumah saya. Saya perhatikan cevi sudah ada perkembangan, bagaimana dia bicara, selalu pakai bahasa indonesia, karena selama di arrisalah selain bahasa arab dan inggris, boleh berbahasa indonesia dalam kegiatan tertentu. Saya juga bertanya beberapa kosa kata bahasa arab dan cevi bisa menjawabnya. Dan ternyata mimpi besarnya masih tetap sama seperti setahun yang lalu, menjadi santri Gontor. Mungkin bisa terwujud dua tahun kemudian, 2020 hingga selesai tingkat menengah pertama di Arrisalah. Di saat cevi sudah PeDe, di saat bacaan qur’annya, tajwidnya, menulis arabnya, praktek ibadahnya dan do’a-do’anya sudah membaik karena cevi dari Pondok alumni, di saat semua sudah dipersiapkan dengan matang. Semoga.




Advertisement