“Jika anda ingin beribadah sebanyak-banyaknya datanglah ke Mekkah. Jika anda ingin ilmu sebanyak-banyaknya datanglah ke Mesir. Jika anda ingin pendidikan sebanyak-banyaknya datanglah ke Gontor,”

6 Dosa Besar Bagi Santri Gontor Yang Harus Dihindari Karena Mengakibatkan Pengusiran

 اَلسَلامُ عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ‎


Apa kabar sahabat semua? Kali ini saya ingin berbagi tentang 6 dosa besar bagi santri Gontor yang harus dihindari, karena akan mengakibatkan santri diusir dari Gontor.


Di Gontor ada satu 'Motto' santri yaitu `apa saja boleh asal jangan ketahuan.´ Kalau ketahuan tanggung resiko sendiri. Resikonya bisa mengakibatkan pengusiran.



Berikut 5 dosa besar yang gak boleh dilakukan oleh santri Gontor :


1. Mencuri.

Mengambil barang orang lain adalah porbuatan tercela dan dilarang. Mencuri adalah dosa besar bagi santri Gontor. Ketahuan mencuri bisa auto out. Kalau ketahuan bisa langsung angkat koper dari Gontor, diusir. Gontor tidak peduli apakah sudah sering mencuri atau baru sekali. Tanpa ampun Gontor akan mengeluarkan si santri. Gontor pernah mengusir santri yang kedapatan mencuri uang, padahal besok adalah hari wisuda di mana orang tua sudah datang untuk menghadiri acara wisuda si anak. Kasus pencurian uang ini adalah kasus besar. Kalau pencurian sandal `ghasab´ atau pencurian jemuran itu hal `biasa.´


2. Berkelahi

Santri Gontor datang dari seluruh penjuru tanah air. Perbedaan suku,karakter, adat dan kebiasaan, tentu punya potensi besar untuk terjadinya clash antar santri. Pernah ada yang gak mau dibilang dayak, marah, hingga hampir terjadi perkelahian. Sehingga Pak Zar, panggilan KH. Imam Zarkasyi, beliau mengatakan dalam pidatonya bahwa siapa yang gak mau dibilang dayak, bukan bagian dari Indonesia. Siapa yang gak mau dibilang sunda bukan bagian dari Indonesia. Tapi pengusiran santri karena perkelahian amat sangat sangat jarang, atau bisa dikatakan tidak ada, setidaknya selama 4 tahun saya mondok.


3. Melawan Pengurus

Kalau bahasa kerennya mah subversif, melawan pemerintah. Tapi di pesantren artinya  melawan pengurus. Barang siapa melawan pengurus berarti melawan Bapak Pimpinan pondok, karena para pengurus adalah kepanjangan tangan Bapak Pimpinan Pondok.


4. Sering Keluar Pondok Tanpa Izin. 

Memang mungkin bagi sebagian santri yang nakal bisa dianggap prestasi kalau bisa keluar Pondok tanpa izin tanpa ketahuan pengurus/keamanan atau ustadz pengasuhan santri. Tapi kalau keseringan, sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Mungkin satu dua kali tidak katahuan tapi siapa tahu pada akhirnya apes juga.


5. Pacaran

Pacaran? kok bisa? Di Gontor kan gak da ceweknya? Itu betul, namanya juga santri banyak akalnya, gimana caranya supaya bisa pacaran. Maksud pacaran disini main cewek sekitar pesantren, keluar lingkungan pondok atau sekitar Ponorogo untuk ngapel dengan berbohong atau mengelabui pengurus. Kalau pacarannya di daerahnya waktu libur itu lain soal. Contoh, izin keluar pondok pura-pura mau dipijit karena keseleo saat main bola, eee... ternyata mau ngapel.


6. Dosa besar apa ya?

Dosa besar satu lagi berat rasanya untuk saya sebutkan di sini. Tapi sahabat-sahabat semua, khususnya santri atau wali santri akan tahu pada waktunya.


Pesantren adalah bagaikan lautan, bangkai/kotoran apapun akan menepi. Barang siapa punya niat buruk terhadap Pondok, tidak mengindahkan sunnah-sunnah Pondok (aturan),maka dia akan terusir. Su´ul khotimah. نعوذ بالله من ذلك


وَالسَّلَام عَلَيْكُم وَرَحْمَةُ اَللهِ وَبَرَكاتُهُ‎


BOLEH BANGET "MIMPI" MASUK GONTOR

Sebut saja namanya cevi, anak seorang nelayan, duduk di kelas 6 MI, yang sebentar lagi lulus dan akan melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama. Namun dalam hati ayahnya ada kekhawatiran, ada kegelisahan, ke mana, ke lembaga pendidikan mana harus memasukkan anaknya, karena pergaulan anak jaman sekarang sangat memprihatinkan, apalagi anaknya ini sudah merokok, bahkan tetangganya bilang sudah merokok sejak kelas 4.  
Maka mulailah ayah cevi ini mencari informasi, bertanya kepada kawan-kawannya mengenai lembaga pendidikan yang berkualitas. Kemudian di antara kawannya ada yang menyarankan untuk memasukkan anaknya ke Gontor dan akhirnya ayah cevi menemui saya untuk mendapatkan informasi yang lebih ditel mengenai Gontor karena saya salah satu alumni.
Saya informasikan, saya jelaskan segala hal tentang gontor, seperti bagaimana menuju ke sana, sistem penerimaan, cara daftar, disiplin, materi apa yang diujikan dan lain-lain. Saya berusaha mengenalkan Gontor kepada anaknya melalui video-video dan dengan yakin cevi ingin masuk Gontor.

Baca juga : TAHAPAN PENDAFTARAN CALON PELAJAR PM GONTOR
Namun sayang setelah saya tes, cevi ini walaupun dari MI, untuk materi-materi yang diujikan dalam tes seleksi masuk Gontor sangat lemah. Seperti baca al-qur’an, tajwid, praktek ibadah sehari-hari, do’a-doa dan menulis arab. Untuk itu mumpung masih ada sekitar 3 bulan lagi, maka 2-3 kali setiap minggunya, cevi ke rumah saya untuk privat. Pada awalnya dia rajin, tapi sayang makin lama makin jarang. Sehingga hasilnya pun kurang maksimal.
Tibalah saatnya berangkat ke Gontor tanggal 7 syawal dengan menggunakan avanza. Jujur saya sedikit pesimistis terhadap cevi untuk lolos seleksi masuk Gontor mengingat hasil privat yang kurang maksimal, tapi mudah-mudahan di sana mendapat mukjizat dan lolos.
Tiba di Gontor tanggal delapan 8 syawal dan segera menyelesaikan proses pendaftaran hingga ujian lisan. Selesai ujian, ayah cevi sekeluarga kembali lagi ke Tasik karena ada urusan mendesak, sementara saya menemani cevi di Gontor hingga pelaksanaan ujin tulis dan kelulusan seleksi masuk Gontor diumumkan.

Sehari sebelum kelulusan diumumkan ayah cevi sudah datang lagi ke Gontor, sendirian tidak dengan keluarga naik kendaraan umum. Keesokan harinya seluruh calon pelajar (capel) beserta wali capel berkumpul di depan balai pertemuan untuk mendengarkan pembacaan hasil ujian seleksi masuk Gontor. Saya bersama ayah cevi mendengarkan harap-harap cemas. Panggilan pertama untuk capel yang lulus di Gontor 1, nama cevi tidak ada, panggilan kedua untuk  capel yang lulus di Gontor 2, juga nama cevi tidak ada, hingga panggilan keenam untuk yang di Gontor 6 magelang juga nama cevi tidak ada. Saya, ayah vevi makin pesimistis, hingga akhirnya nama cevi dipanggil dalam daftar nama-nama capel yang tidak lolos seleksi. Segera saya dan ayah cevi menghampiri cevi yang duduk di deretan bangku dimana capel duduk. Cevi duduk tertunduk lesu, menangis, sedih, menyesal karena termasuk di antara 400-an capel yang tidak lolos deleksi. Saya pun tak kuasa menahan kesedihan, menitikan air mata melihat anak dan ayah menangis, ayah cevi mencoba menenangkan, untuk bersabar dan berlapang dada. Hingga akhirnya cevi menyadari ini semua adalah hasil dari usahanya selama ini. Saya coba nasihati bahwa ini bukan akhir tapi ini adalah awal, ini adalah pelajaran bukan kesalahan. Pelajaran bahwa jika kita punya mimpi maka harus sungguh-sungguh untuk meraihnya. Akhirnya saya sarankan untuk masuk ke Pondok alumni yang kurikulumnya hampir sama dengan Gontor, tepatnya Ponpes Modern Arrisalah, Ponorogo yang jaraknya sekitar 10 Km dari Gontor. Alhamdullah dia bersedia dan menunda mimpinya untuk masuk Gontor.
Bulan sya’ban 1439 H/Mei 2018, tak terasa cevi sudah hampir satu tahun di Arrisalah. Sekarang cevi ada di rumah mengisi libur panjang selama ramadhan dan sebelum puasa dia berkunjung ke rumah saya. Saya perhatikan cevi sudah ada perkembangan, bagaimana dia bicara, selalu pakai bahasa indonesia, karena selama di arrisalah selain bahasa arab dan inggris, boleh berbahasa indonesia dalam kegiatan tertentu. Saya juga bertanya beberapa kosa kata bahasa arab dan cevi bisa menjawabnya. Dan ternyata mimpi besarnya masih tetap sama seperti setahun yang lalu, menjadi santri Gontor. Mungkin bisa terwujud dua tahun kemudian, 2020 hingga selesai tingkat menengah pertama di Arrisalah. Di saat cevi sudah PeDe, di saat bacaan qur’annya, tajwidnya, menulis arabnya, praktek ibadahnya dan do’a-do’anya sudah membaik karena cevi dari Pondok alumni, di saat semua sudah dipersiapkan dengan matang. Semoga.