Advertisement
Advertisement
Di kampung saya setiap malam jum’at
biasa diadakan pengajian “riyadlohan”. Dalam kegiatan ini di isi dengan
puji-pijian, shalawatan, tawasulan dan diakhiri dengan tausiah dari ajengan
(ustadz). Tapi malam itu kita kedatangan salah satu caleg dari suatu partai. Maka
tausiah kali ini diisi oleh caleg tersebut sekaligus promosi diri juga minta do’a
dan dukungannya kepada masyarakat.
Caleg tersebut di awal
pembicaraannya memandang ke atas, ke langit –langit atau ke dinding. Awalnya saya
kira itu biasa, mungkin melihat cicak yang sedang menangkap nyamuk, atau
melihat jam dinding supaya bicara sesuai waktu yang diberikan. Tapi seiring
berjalannya waktu, lima sepuluh lima belas menit sampai setengah jam, saya
perhatikan kok memandang ke atas terus, tidak memandang hadirin yang duduk
dibawah, lesehan. Bahkan sampai belau selesai bicara hampir tidak memandang
atau mengadakan kontak mata dengan hadirin. Mungkin karena malu, grogi, takut
atau kurang percaya diri tampil depan hadirin. Sehingga, seolah-olah caleg ini
bicara sendiri.
Baca Juga : DERITA GURU HONORER (CURHAT)
Baca Juga : DERITA GURU HONORER (CURHAT)
Padahal kontak mata atau eye
contact dalam public speaking itu sangat penting, dan saudara-saudara
juga tahu hal itu, agar supaya pembicara bisa konsentrasi, berwibawa, menarik
perhatian, membangun hubungan dengan audiens dan lain lain.
Kunci sukses dalam public
speaking menurut Eugane Enrich & Gane R. Haves dalam Speaking For Success
(2004) ada lima, salah satunya yaitu kontak mata. Kontak mata adalah kunci
sukses public speaking, pidato, atau berbicara di depan umum. Kontak mata
adalah salah satu unsur public speaking, selain teknik vokal, gestur dan humor.
Kontak mata adalah salah satu alat yang sangat “powerful” untuk membangun
komunikasi dengan hadirin atau audiens
Dalam public speaking, tujuan
utama kontak mata adalah untuk menunjukan perhatian, persahabatan, kehangatan, melihat,
merespon, dan mendukung atau menguatkan kata-kata yang diucapkan.
Advertisement