Advertisement
Advertisement
Mungkin sudah banyak cerita atau
kisah santri nakal. Santri nakal biasanya sering melanggar disiplin pesantren,
bahkan ketika kenakalannya tidak bisa ditolelir bisa berakibat fatal, terusir
dari pesantren.
Di Gontor santri kelas lima (XI) dan
kelas 6 (XII) ketika bulan Ramadhan tidak boleh pulang karena banyaknya
kegiatan, seperti kegiatan persiapan penerimaan santri baru, menjaga pesantren
dan lain-lain. Kisah saya ini juga terjadi ketika bulan Ramadhan, ketika santri
kelas satu (VII) hingga kelas empat (X) sedang libur, karena libur di Gontor
tanggal 20 Sya’ban hingga 10 Syawal.
Ketika itu saya bangun agak
kesiangan, kira-kira 15 menit sebelum imsak. Saya buru-buru ke dapur untuk
makan sahur dan ternyata dapur sudah sepi, saya makan sendiri dengan lauk semur
telur. Selesai makan saya jalan kembali ke asrama menyusuri hamparan paving
block. Sekilas saya melihat ada kertas tergulung warna merah di atas paving
block. Setelah saya lewati kira-kira 15 meter saya berhenti. Saya bertanya
dalam hati, sepertinya kertas yang tergulung warna merah tadi itu uang. Saya
putuskan untuk balik lagi untuk melihat apa benar yang tadi itu uang. Setelah
saya amati ternyata memang uang seratus ribu, bergambar proklamator, Soekarno -
Hatta. Saya tongak-tengok, kiri-kanan, depan belakang, takut ada yang liat. Setelah
dikira aman saya ambil itu uang saya masukin ke saku.
Tiba di asrama saya cerita ke
teman-teman bahwa saya nemu uang dan nanti siang akan saya kasih ke keamanan
pesantren supaya diumumkan siapa yang merasa kehilangan uang. Mungkin malaikat
berbisik ditelingaku. Tapi teman- teman di asrama bilang ngapain dikasih ke
keamanan itu rezeki mu, simpan aja. Mungkin itu suara syetan yang coba membujukku.
Setelah ashar kawan-kawan asrama
bertanya masih ada gak uang yang 100 tadi, saya bilang masih ada karena belum
sempat saya kasih ke kemanan. Mereka bilang udah buat kita aja, saya masih
tetap pada pendirian akan saya kasih ke keamanan. Malaikat masih kuat ternyata.
Tapi kawan-kawan masih bersikeras membujuk, hingga akhirnya mereka bilang udah fifty-fifty
aja, yang 50 buat kita, yang lima puluh lagi kasih ke keamanan. Pertahananku
mulai goyah, ya udah akhirnya saya kasih ke mereka uang seratus untuk belanja
ke mini market pesantren dan jangan lupa kembalikan 50 ribu.
Benar saja mereka belanja roti
tawar, susu kaleng, sirup juga es balok, logistik untuk beberapa kali buka
puasa. Magrib tiba kita “pesta” dari hasil uang temuan. Nastagfirullah ampuni
kami ya Allah, berbuka puasa dengan sesuatu yang tidak halal.
Empat hari kemudian kawan-kawan
saya ini bertanya apakah yang 50 ribu lagi masih ada, dan minta mending untuk
belanja lagi buat buka puasa. Saya jawab ada karena memang belum saya kasih ke
keamanan. Akhirnya saya kasih juga ke meraka. Kami “pesta” lagi dalam beberapa
kali buka puasa.
Kami berlindung kepada-Mu ya Allah.
Kenapa bulan Ramadhan kami masih bermaksiat, masih berbuat dosa? Bukankah syetan-syetan
dirantai dan dibelenggu? Mungkin karena jiwa-jiwa kami yang memang kotor, punya
kebiasaan buruk dan berubah jadi setan, setan dari golongan manusia. Astaghfirullahaladzim
Advertisement