“Jika anda ingin beribadah sebanyak-banyaknya datanglah ke Mekkah. Jika anda ingin ilmu sebanyak-banyaknya datanglah ke Mesir. Jika anda ingin pendidikan sebanyak-banyaknya datanglah ke Gontor,”

Sertifikasi Bagi Alumni Gontor

Advertisement
Advertisement

Tahun 2008,kalau tidak salah, saya membaca berita di Koran bahwa pemerintah akan mengadakan program sertifikasi guru, yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas guru, dengan demikian diharapkan kualitas pendidikan pun meningkat karena dengan sertifikasi ini para guru makin profesional dan pemerintah akan menggaji lebih guru yang sudah disertifikasi.
Sebagai guru madrasah (honorer) saya pun mencoba untuk mengikuti program sertifikasi ini. Pada tahun 2012 saya coba mengumpulkan berkas, semua syarat sudah terpenuhi kecuali satu, saya belum punya NUPTK. Maka ketika ada pemeriksaan berkas kelengkapan syarat untuk mengikuti program sertifikasi,saya pun gagal, karena belum punya NUPTK.
Saya lulus SLTA 2001 di Gontor dan S1 Fakultas Tarbiyah jurusan PAI (pendidikan Agama Islam) lulus tahun 2006. Kebanyakan lulusan Gontor ketika terjun ke sekolah atau madrasah, mereka mengajar bahasa, arab atau pun inggris. Saya mengajar bahasa arab dan inggris sejak 2008 hingga sekarang. Jadi sudah tujuh tahun lebih saya mengajar kedua bahasa ini, dengan 30-40 jam mengajar per minggunya. Yang alhamdulilah menghasilkan beberapa ratus ribu sebulan untuk biaya anak istri, setoran kendaraan dan Bank. Itu pun kalau BOS-nya cair. kalau tidak? Ya, siap-siap ngutang kiri kanan.
Saya mengajar di tiga sekolah, 2 mts 1 aliyah. Dengan jumlah guru kurang lebih 50 orang, Semuanya honorer kecuali dua orang yang sudah PNS dan mayoritas mereka sudah disertifikasi. Mungkin ada sekitar 5-7 orang yang belum disertifikasi termasuk saya.
Mei 2015 alhamdulillah NUPTK saya sudah keluar, harapan saya untuk mengikuti program sertifiaksi (mungkin) terbuka kembali. Karena ketiadaan NUPTK ini yang menjadi hambatan kegagagalan saya pada tahun terdahulu. Tapi ternyata tidak, karena syarat untuk mengikuti program sertifikasi tahun sekarang dan seterusnya makin ketat. Tidak selonggar tahun-tahun sebelumnya. Kalo dulu masih bebas, Ijasah, latar belakang pendidikan apa pun (S1) bisa mengikuti pogram sertifikasi, tidak harus sesuai antara mata pelajaran yang diampu dengan ijasah. Beda dengan sekarang, guru yang mengikuti program sertifikasi harus sesuai antara mata pelajaran yang diampu dengan ijasah.
Kalau melihat dari ijasah, ijasah saya S1 tarbiyah jurusan PAI, sudah barang tentu tidak ada kesesuaian antara mata pelajaran yang diampu dengan ijasah. Sehingga sampai kapanpun saya tidak akan pernah bisa memenuhi syarat, karena terbentur ijasah. Ada di antara kawan-kawan honorer menyarankan saya untuk kuliah lagi (S1 bahasa arab/inggris). Saya katakan tidak, dari mana biayanya. Kuliah lagi, hanya untuk mengejar selembar ijasah. Saya kira itu sebuah tindakan yang sia-sia, at-tabdziir.
Kawan saya bilang “ya udah kalo gitu langsung aja kuliah S2 bahasa arab/ingris.” Kawan saya yang lain bilang “ tapi kan yang di tanyain, yang jadi syarat program sertifikasi ijasah S1?”
Mungkin untuk orang lain masih bisa berharap untuk bisa mengikuti program sertifikasi (PLPG), supaya menjadi guru yang profesional dan dibayar lebih oleh pemerintah. Tapi bagi saya bermimpi pun??? “JANGAN.” Mungkin sudah takdir menjadi honorer sejati dan abadi. Mungkin harapan saya kedepan mudah-mudahan penghasilan saya lebih dari mereka yang sudah disertifikasi. Amin ya Allah amin.
“IJAZATUKA KAFA’ATUKA, ijasahmu kemampuanmu” “apa pun kamu, jangan lupa mengajar” (KH. Imam Zarkasyi, pendiri PM Gontor)


Advertisement