Advertisement
Advertisement
Setiap pesantren mempunyai ciri khusus atau kekhasan yang menjadikannya terkenal. Ada pesantren terkenal dengan "alatnya" (ilmu tata bahasa arab), ada yang terkenal dengan fiqihnya, ada juga yang terkenal dengan tarekatnya dan lain sebagainya. Begitu juga dengan pesantren Gontor terkenal di seluruh Indonesia bahkan hingga ke manca negara karena 4 hal, disiplin ketat, penguasaan bahasa asing, kaderisasi dan jaringan alumni yang sangat kuat.
Baca juga : GONTOR, NU ATAU MUHAMADIYAH??
Baca juga : GONTOR, NU ATAU MUHAMADIYAH??
Disiplin Ketat
Saat orang luar, non alumni atau bukan termasuk keluarga besar Gontor, mendengar atau bicara Gontor, mereka akan membayangkan kehebatan disiplinnya. Mantan ketua MPR, KH Hidayat Nur Wahid pun mengatakan bahwa disiplin di Gontor tidak kalah dengan militer.
Hidup disiplin itu tidak enak, tapi lebih tidak enak lagi kalau tidak disiplin. Disiplin ketat inilah yang membuat saya tidak krasan di Gontor. Maklum darah muda yang ingin hidup bebas tanpa tekanan. Beruntung ketika itu selalu terngiang nasihat KH Imam Badri yang mengatakan bahwa tidak betah sebulan coba dua bulan, tidak betah satu semester coba dua semester dan seterusnya hingga saya lulus KMI, bahkan saya lulus sampai sarjana.
Baca juga : TAHAPAN PENDAFTARAN CALON PELAJAR PM GONTOR
Disiplin ini meliputi, paling tidak, disiplin berbahasa, disiplin waktu dan disiplin berpakain. Disiplin bahasa ini (arab dan inggris) diwajibkan bagi seluruh warga pesantren Gontor tanpa kecuali, dalam berkomunikasi sehari-hari, dua minggu arab dan dua minggu inggris. Disiplin dalam memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, karena waktu berlalu dan tak kan pernah kembali. Pepatah arab mengatakan bahwa waktu adalah pedang, barang siapa yang tidak bisa memanfaatkan waktu, maka ia akan ditebas oleh pedang, maka akan tergilas oleh waktu.
Di gontor kita akan melihat pemandangan yang tidak biasa, yang tidak akan ditemukan ditempat lain, yaitu kemana pun santri pergi maka akan terlihat selalu membawa buku, karena ketika tidak membawa buku maka dianggap sebuah pelanggaran, atau dianggap sudah pintar. Ketika hendak mandi sambil mengantri, bahkan sudah di pintu kamar mandi pun para santri masih membaca buku, terutama pada minggu-minggu ujian. Di Gontor tidak ada santri yang berjalan santai, menuju masjid, kelas, dapur, dan lain sebagainya, semua berjalan cepat, setengah lari, karena amat sangat berharganya waktu, waktu lebih berharga dari pada emas. Sementara dalam disiplin berpakaian Gontor mengajarkan supaya santri tahu waktu dan kesempatan. Di setiap kegiatan para santri harus memakai pakaian yang sesuai atau yang sudah ditentukan. Ketika berolah raga maka harus memakai kaos, training dan juga sepatu. Pergi ke kelas memakai kemeja polos dan celana gelap. Latihan pidato berjas dan berdasi. berjamaah ke masjid memakai kemeja, peci, sarung dan peci hitam.
Pernah suatu ketika ada seorang ustadz dalam ceramahnya"menuduh" Gontor anti arab, karena tidak memakai gamis, bahkan Gontor dikatakan minder pedadaban, tidak PeDe dengan pakaian rasulnya, karena santri Gontor berjas dan berdasi yang katanya pakaian orang kafir, astagfirulloh.
Baca juga : "MIMPI" MASUK GONTOR
Saat orang luar, non alumni atau bukan termasuk keluarga besar Gontor, mendengar atau bicara Gontor, mereka akan membayangkan kehebatan disiplinnya. Mantan ketua MPR, KH Hidayat Nur Wahid pun mengatakan bahwa disiplin di Gontor tidak kalah dengan militer.
Hidup disiplin itu tidak enak, tapi lebih tidak enak lagi kalau tidak disiplin. Disiplin ketat inilah yang membuat saya tidak krasan di Gontor. Maklum darah muda yang ingin hidup bebas tanpa tekanan. Beruntung ketika itu selalu terngiang nasihat KH Imam Badri yang mengatakan bahwa tidak betah sebulan coba dua bulan, tidak betah satu semester coba dua semester dan seterusnya hingga saya lulus KMI, bahkan saya lulus sampai sarjana.
Baca juga : TAHAPAN PENDAFTARAN CALON PELAJAR PM GONTOR
Disiplin ini meliputi, paling tidak, disiplin berbahasa, disiplin waktu dan disiplin berpakain. Disiplin bahasa ini (arab dan inggris) diwajibkan bagi seluruh warga pesantren Gontor tanpa kecuali, dalam berkomunikasi sehari-hari, dua minggu arab dan dua minggu inggris. Disiplin dalam memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, karena waktu berlalu dan tak kan pernah kembali. Pepatah arab mengatakan bahwa waktu adalah pedang, barang siapa yang tidak bisa memanfaatkan waktu, maka ia akan ditebas oleh pedang, maka akan tergilas oleh waktu.
Di gontor kita akan melihat pemandangan yang tidak biasa, yang tidak akan ditemukan ditempat lain, yaitu kemana pun santri pergi maka akan terlihat selalu membawa buku, karena ketika tidak membawa buku maka dianggap sebuah pelanggaran, atau dianggap sudah pintar. Ketika hendak mandi sambil mengantri, bahkan sudah di pintu kamar mandi pun para santri masih membaca buku, terutama pada minggu-minggu ujian. Di Gontor tidak ada santri yang berjalan santai, menuju masjid, kelas, dapur, dan lain sebagainya, semua berjalan cepat, setengah lari, karena amat sangat berharganya waktu, waktu lebih berharga dari pada emas. Sementara dalam disiplin berpakaian Gontor mengajarkan supaya santri tahu waktu dan kesempatan. Di setiap kegiatan para santri harus memakai pakaian yang sesuai atau yang sudah ditentukan. Ketika berolah raga maka harus memakai kaos, training dan juga sepatu. Pergi ke kelas memakai kemeja polos dan celana gelap. Latihan pidato berjas dan berdasi. berjamaah ke masjid memakai kemeja, peci, sarung dan peci hitam.
Pernah suatu ketika ada seorang ustadz dalam ceramahnya"menuduh" Gontor anti arab, karena tidak memakai gamis, bahkan Gontor dikatakan minder pedadaban, tidak PeDe dengan pakaian rasulnya, karena santri Gontor berjas dan berdasi yang katanya pakaian orang kafir, astagfirulloh.
Baca juga : "MIMPI" MASUK GONTOR
Penerapan bahasa
Bagi Gontor bahasa (arab dan inggris) adalah mahkota, al-lughatu taajul ma'hadi, atau dalam bahasa inggrisnya language is our crown. seperti halnya mahkota, bahasa menjadi simbol dan kebanggaan bagi Gontor. Menjaga atau menghafal bahasa adalah wajib seperti halnya shalat, Hifdzul lugoti wajibun alaina kahifdzi ash-shalati.
Di Gontor para santri harus menggunakan bahasa arab dan inggris dalam percakapan sehari-hari, dan jangan coba-coba untuk berbicara selain dua bahasa asing tersebut, karena jika ketahuan berbicara bahasa indonesia atau bahkan bahasa daerah, maka hukumannya digundul.
Penerapan bahasa di Gontor ini bukan untuk gagah-gagahan, atau supaya disebut modern dan lain-lain, tapi karena tidak terlepas dari sejarah berdirinyanya Gontor, yang mana para pendiri Gontor melihat adanya kelemahan umat islam pada saat itu. Yaitu tidak ada satu pun tokoh islam yang menguasai dua bahasa asing sekaligus dengan sama baiknya, untuk memenuhi undangan acara muktamar islam sedunia di makkah saudi arabia pada tahun 1926. Maka terpilihlah H.O.S. Cokroaminoto yang menguasai bahasa inggris bersama K.H. Mas Mansur yang pandai berbahasa arab untuk mewakili umat islam Indonesia.
Karena peristiwa tadi, maka trimurti pendiri Gontor bertekad untuk mencetak tokoh-tokoh yang mampu menguasai kedua bahasa asing ini. Bahasa arab sebagai kunci untuk menguasai ilmu-ilmu keislaman dan bahasa inggris menjadi sarana untuk memahami ilmu-ilmu umum dan sains, sehingga Gontor bisa mencetak ulama yang intelek.
Salah seorang kawan saya mengatakan bahwa untuk apa berlama-lama belajar bahasa inggris di Gontor hingga 4-6 tahun, sementara di pare kediri bisa ditempuh dalam 3-4 bulan? Saya katakan bahwa tujuan pendidikan di Gontor, tidak hanya sekedar untuk menguasai bahasa inggris saja, tapi tujuan utama pendidikan di Gontor adalah pendidikan secara menyeluruh, seperti yang sudah disebut diatas, yaitu menceteeak ulama yang tidak hanya menguasai ilmu-ilmu keislaman, tapi sekaligus menguasai ilmu-ilmu umum dan sains.
Bagi Gontor bahasa (arab dan inggris) adalah mahkota, al-lughatu taajul ma'hadi, atau dalam bahasa inggrisnya language is our crown. seperti halnya mahkota, bahasa menjadi simbol dan kebanggaan bagi Gontor. Menjaga atau menghafal bahasa adalah wajib seperti halnya shalat, Hifdzul lugoti wajibun alaina kahifdzi ash-shalati.
Di Gontor para santri harus menggunakan bahasa arab dan inggris dalam percakapan sehari-hari, dan jangan coba-coba untuk berbicara selain dua bahasa asing tersebut, karena jika ketahuan berbicara bahasa indonesia atau bahkan bahasa daerah, maka hukumannya digundul.
Penerapan bahasa di Gontor ini bukan untuk gagah-gagahan, atau supaya disebut modern dan lain-lain, tapi karena tidak terlepas dari sejarah berdirinyanya Gontor, yang mana para pendiri Gontor melihat adanya kelemahan umat islam pada saat itu. Yaitu tidak ada satu pun tokoh islam yang menguasai dua bahasa asing sekaligus dengan sama baiknya, untuk memenuhi undangan acara muktamar islam sedunia di makkah saudi arabia pada tahun 1926. Maka terpilihlah H.O.S. Cokroaminoto yang menguasai bahasa inggris bersama K.H. Mas Mansur yang pandai berbahasa arab untuk mewakili umat islam Indonesia.
Karena peristiwa tadi, maka trimurti pendiri Gontor bertekad untuk mencetak tokoh-tokoh yang mampu menguasai kedua bahasa asing ini. Bahasa arab sebagai kunci untuk menguasai ilmu-ilmu keislaman dan bahasa inggris menjadi sarana untuk memahami ilmu-ilmu umum dan sains, sehingga Gontor bisa mencetak ulama yang intelek.
Salah seorang kawan saya mengatakan bahwa untuk apa berlama-lama belajar bahasa inggris di Gontor hingga 4-6 tahun, sementara di pare kediri bisa ditempuh dalam 3-4 bulan? Saya katakan bahwa tujuan pendidikan di Gontor, tidak hanya sekedar untuk menguasai bahasa inggris saja, tapi tujuan utama pendidikan di Gontor adalah pendidikan secara menyeluruh, seperti yang sudah disebut diatas, yaitu menceteeak ulama yang tidak hanya menguasai ilmu-ilmu keislaman, tapi sekaligus menguasai ilmu-ilmu umum dan sains.
Kaderisasi
Sejarah mencatat bahwa timbul dan tenggelamnya suatu usaha, mati dan hidupnya sebuah pondok pesantren karena tidak adanya perhatian terhadap kaderisasi. Kaderisasi adalah sebuah proses pendidikan jangka panjang yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi-potendi kader dengan cara mentransfer serta menanamkan nilai-nilai tertentu, yang diharapkan nantinya akan memunculkan kader-kader tangguh. Masalah ini sangat urgen demi kelangsungan sebuah organisasi, atau sebuah pesantren. Supaya kalau pemimpinnya mati organisasinya tidak ikut mati, supaya kalau kiainya mati pesantrennya tidak ikut mati.
"Patah tumbuh, hilang berganti. Sebelum patah sudah tumbuh, sebelum hilang sudah berganti." Itulah salah satu filisofi atau slogan kehidupan tentang keorganisasian yang dianut oleh keluarga besar Gontor. Kaderisasi kepemimpinan adalah satu dari sekian nilai penting yang tertanam dalam panca jangka PM Gontor. Demi kelangsungan hidup pondok serta tegaknya cita-cita pendiri, kaderisasi mutlak dipikirkan dan dilaksanakan. Wujud kaderisasi di Gontor adalah dengan memberi kesempatan belajar seluas-luasnya kepada para kader, baik di dalam maupun di luar negeri, pada level S1, S2, maupun S3.
Gontor kini menginjak usianya yang ke 92 tahun, semakin berkembang, semakin bermanfaat dan mampu menjawab tantangan global sehingga semakin bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada Gontor. Ini bisa terlihat dari semakin bertambahnya masyarakat yang ingin menyekolahkan putra dan putrinya ke Gontor. Pada tahun 2017 tercatat ada sekitar 5000 calon pelajar yang mendaftar di Gontor Putra dan di Gontor Putri. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gontor terus bertahan dan semakin maju, karena adanya kaderisasi yang berlangsung terus-menerus.
Amaliyah tadris (Micro Teaching) adalah salah satu program Gontor untuk melahirkan guru-guru handal. Program ini berlaku untuk santri kelas 6, atau kelas 12 di sekolah umum atau di luar Gontor. Amaliyah tadris ini bertujuan agar para santri memiliki bekal dalam mengajar, mengetahui bagaimana mengajar dengan benar. Meskipun nantinya tidak semua dari mereka menjadi guru, karena mengajar tidak harus menjadi guru. Dengan demikian Gontor tidak akan kehabisan guru atau pengajar, karena setiap tahunnya Gontor mewisuda tidak kurang dari 1 500 santri, yang siap mengabdi di Gontor.
Sejarah mencatat bahwa timbul dan tenggelamnya suatu usaha, mati dan hidupnya sebuah pondok pesantren karena tidak adanya perhatian terhadap kaderisasi. Kaderisasi adalah sebuah proses pendidikan jangka panjang yang dilakukan untuk mengoptimalkan potensi-potendi kader dengan cara mentransfer serta menanamkan nilai-nilai tertentu, yang diharapkan nantinya akan memunculkan kader-kader tangguh. Masalah ini sangat urgen demi kelangsungan sebuah organisasi, atau sebuah pesantren. Supaya kalau pemimpinnya mati organisasinya tidak ikut mati, supaya kalau kiainya mati pesantrennya tidak ikut mati.
"Patah tumbuh, hilang berganti. Sebelum patah sudah tumbuh, sebelum hilang sudah berganti." Itulah salah satu filisofi atau slogan kehidupan tentang keorganisasian yang dianut oleh keluarga besar Gontor. Kaderisasi kepemimpinan adalah satu dari sekian nilai penting yang tertanam dalam panca jangka PM Gontor. Demi kelangsungan hidup pondok serta tegaknya cita-cita pendiri, kaderisasi mutlak dipikirkan dan dilaksanakan. Wujud kaderisasi di Gontor adalah dengan memberi kesempatan belajar seluas-luasnya kepada para kader, baik di dalam maupun di luar negeri, pada level S1, S2, maupun S3.
Gontor kini menginjak usianya yang ke 92 tahun, semakin berkembang, semakin bermanfaat dan mampu menjawab tantangan global sehingga semakin bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada Gontor. Ini bisa terlihat dari semakin bertambahnya masyarakat yang ingin menyekolahkan putra dan putrinya ke Gontor. Pada tahun 2017 tercatat ada sekitar 5000 calon pelajar yang mendaftar di Gontor Putra dan di Gontor Putri. Jumlah tersebut terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Gontor terus bertahan dan semakin maju, karena adanya kaderisasi yang berlangsung terus-menerus.
Amaliyah tadris (Micro Teaching) adalah salah satu program Gontor untuk melahirkan guru-guru handal. Program ini berlaku untuk santri kelas 6, atau kelas 12 di sekolah umum atau di luar Gontor. Amaliyah tadris ini bertujuan agar para santri memiliki bekal dalam mengajar, mengetahui bagaimana mengajar dengan benar. Meskipun nantinya tidak semua dari mereka menjadi guru, karena mengajar tidak harus menjadi guru. Dengan demikian Gontor tidak akan kehabisan guru atau pengajar, karena setiap tahunnya Gontor mewisuda tidak kurang dari 1 500 santri, yang siap mengabdi di Gontor.
Jaringan Alumni
Ketika saya bertanya tentang Gontor kepada orang luar, salah satu jawaban mereka adalah Gontor memiliki jaringan alumni yang kuat. Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) merupakan salah satu lembaga di Gontor untuk memberikan wadah persaudaraan para alumni, dalam maupun luar negeri, bertujuan mempererat kekeluargaan dan membina ukhuwah islamiyah, mempertinggi budi pekerti, dan kecerdasan para anggota, dalam rangka pengabdian kepada agama, bangsa dan negara, serta bertanggung jawab atas kelangsungan PM Gontor sesuai dengan Piagam Penyerahan Wakaf PM Gontor pada tanggal 28 R. Awwal 1378/12 Oktober 1958.
IKPM ini mempunyai cabang di berbagai wilayah sebagai wadah silaturahim, informasi dan komunikasi. Seperti IKPM Cabang Tasikmalaya, meliputi Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Banjar, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran. Kalaulah Gontor itu sebuah negara, maka IKPM cabang baik di dalam maupun di luar negeri, adalah kantor KEDUBES-nya.
Pada bulan oktober 2016 lalu, PP IKPM membentuk FORBIS IKPM GONTOR untuk menaungi alumni yang bergerak di berbagai bidang usaha dan professional bisnis, menjadi fasilitator, menjadi rumah besar bagi para pengusaha dan praktisi bisnis. Bukan untuk membentuk suatu usaha bersama. Segala program kerja dan kepengurusannya harus mendapat persetujuan dari PP IKPM mewakili pondok secara umum. FORBIS IKPM ini mempunyai visi untuk menjadi pusat informasi, edukasi, konsultasi, pembinaan, mentoring, networking dan silaturahim serta sinergi antar sesama pengusaha dan professional alumni Gontor.
Ketika saya bertanya tentang Gontor kepada orang luar, salah satu jawaban mereka adalah Gontor memiliki jaringan alumni yang kuat. Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM) merupakan salah satu lembaga di Gontor untuk memberikan wadah persaudaraan para alumni, dalam maupun luar negeri, bertujuan mempererat kekeluargaan dan membina ukhuwah islamiyah, mempertinggi budi pekerti, dan kecerdasan para anggota, dalam rangka pengabdian kepada agama, bangsa dan negara, serta bertanggung jawab atas kelangsungan PM Gontor sesuai dengan Piagam Penyerahan Wakaf PM Gontor pada tanggal 28 R. Awwal 1378/12 Oktober 1958.
IKPM ini mempunyai cabang di berbagai wilayah sebagai wadah silaturahim, informasi dan komunikasi. Seperti IKPM Cabang Tasikmalaya, meliputi Kota Tasikmalaya, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Banjar, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Pangandaran. Kalaulah Gontor itu sebuah negara, maka IKPM cabang baik di dalam maupun di luar negeri, adalah kantor KEDUBES-nya.
Pada bulan oktober 2016 lalu, PP IKPM membentuk FORBIS IKPM GONTOR untuk menaungi alumni yang bergerak di berbagai bidang usaha dan professional bisnis, menjadi fasilitator, menjadi rumah besar bagi para pengusaha dan praktisi bisnis. Bukan untuk membentuk suatu usaha bersama. Segala program kerja dan kepengurusannya harus mendapat persetujuan dari PP IKPM mewakili pondok secara umum. FORBIS IKPM ini mempunyai visi untuk menjadi pusat informasi, edukasi, konsultasi, pembinaan, mentoring, networking dan silaturahim serta sinergi antar sesama pengusaha dan professional alumni Gontor.
Gontor diusianya yang ke 92, mudah-mudah terus berkiprah dan makin dikenal masyarakat serta menjadi pendidikan alternatif di tengah rongrongan faham-faham ekstrim yang masuk dan berkembang di tanah air
Advertisement