Pada suatu sore habis ashar, saya sedang duduk di ruang tamu, tiba-tiba datang seorang tokoh, sesepuh jamaah tablig (jamaah khuruj) di kampung saya, yang rumahnya berada tepat di sebrang rumah saya. Saya bertanya dalam hati, ada apa gerangan tidak biasanya beliau datang ke rumah saya. Beliau bilang bahwa ada dua orang jamaah khuruj di rumahnya asal Riyadh Arab Saudi, tolong diajak ngobrol. Karena beliau ini tidak terbiasa ngobrol bahasa arab, jadi ingin membangun komunikasi, namun terkendala bahasa. Akhirnya beliau serahkan dua orang syaikh yang dari riyadh ini ke saya. Saya bilang ya udah bawa ke sini. Tak lama kemudian beliau datang dengan 2 orang Syaikh dengan postur tinggi besar, berjanggut lebat, memakai gamis putih. Saya persilahkan masuk ke ruang tamu. Tapi tokoh jamaah khuruj, tetangga saya gak ikut masuk, beliau langsung pulang ke rumahnya.
Hampir satu jam saya ngobrol dengan Syaikh ngalor-ngidul menggunakan bahasa arab. Tentu bahasa arab pusha, bahasa buku, bukan bahasa pasar, syuqiyah yang tidak pakai tata bahasa arab yang benar. Buat saya obrolan dengan Syaikh ini, mengingatkan saya kembali saat mondok 15 tahun yang lalu, selalu ngobrol bahasa arab dengan santri-santri yang lain. Saya bilang, saya sudah belajar bahasa arab sejak 1998 dan langsung mempraktekannya dalam percakapan sehari-hari bersama santri-santri. Bahkan tidak hanya bahasa arab, tapi juga bahasa inggris, dan beliau-beliau begitu terkesan mendengarnya.
Kisah ini bukan yang pertama, tapi sudah sering saya kedatangan jamaah khuruj, terutama dari pakistan atau india, walaupun hanya sekedar ngobrol biasa, karena saya tidak pernah ikut jamaah khuruj.
Dengan menguasai kedua bahasa asing arab dan inggris kita bisa bersilaturrahim dengan bangsa lain di dunia.