“Jika anda ingin beribadah sebanyak-banyaknya datanglah ke Mekkah. Jika anda ingin ilmu sebanyak-banyaknya datanglah ke Mesir. Jika anda ingin pendidikan sebanyak-banyaknya datanglah ke Gontor,”

FINAL DESTINATION-NYA INDONESIA PART I

Advertisement
Advertisement


FINAL DESTINATION-NYA INDONESIA PART I
Sering saya mengalami apa yang terdetik di hati (telintas di pikiran) bahkan ketika terucapkan, terjadi sebelum saya selesai bicara. Saya juga gak ngerti, ini firasat, ilham atau al-kalaamu nishfu ad-du’a (ucapan setengah daripada do’a)? Entahlah. Kalau saya pikir mungkin kayak di film “FINAL DESTINATION.” Tapi memang saya mengalaminya.
Saya sebutkan beberapa saja yang masih saya ingat. Dulu ketika saya nyantri di Gontor, Ponorogo menginjak tahun ke-2, ketika guru bidang saya tidak hadir mengajar maka akan digantikan oleh ustadz yang lain atau guru piket. Guru piket ini seringnya bercerita dari pada meneruskan pelajaran, sekedar memberi motivasi, cerita pengalaman, atau memberi tips-tips supaya betah di pondok terutama untuk santri baru.  Ketika itu guru piket yang masuk ke kelas saya bercerita semasa dia nyantri, makan siang di dapur umum. Lauk-paukya krupuk sama sayur bayam. Setelah beberapa suap si ustadz melihat ada warna hijau terang di antara sayur bayam. Ternyata ulat sebesar jempol.
Siang itu saya (juga) makan siang di dapur umum lauk-pauknya sayur bayam sama krupuk. Setelah beberapa suap, saya teringat cerita ustadz (guru piket) tadi pagi di kelas. Saya perhatikan sayur bayam ternyata ada warna hijau terang. Lalu saya korek pake sendok dan ternyata ulat hijau tapi tidak sebesar jempol.

Baca juga : SAYA PUNYA INTUISI TINGGI???
 
Ketika masih kuliah di ISID gontor (sekarang UNIDA, Universitas Darussalam) tahun 2003, saya diajak teman saya, indra, teman kuliah, asal ciamis, pergi ke tulungagung berkunjung ke rumah kakaknya. Katanya kakak perempuannya nikah dengan orang tulung agung. Pagi itu kita berangkat jam 8-an. Sampai di perbatasan ponorogo-trenggalek, terlintas di pikiran,  “duh takut ban bocor mana di tengah hutan.”  Jalan menanjak berkelok-kelok. Beberapa saat kemudian di sebuah tikungan motor terasa bergoyang. Kita pun berhenti nge-cek ban, dan ternyata ban bocor. Kita pun mendorong motor di jalan menanjak. Setelah melewati dua tikungan, jalan mulai menurun. Kita terus dorong kemudian menemukan warung kecil dan alhmdulillah ada tambal bannnya.
Kejadian yang sama terulang ketika tahun 2013 sehabis berkunjung bareng istri ke rumah teman semasa kuliah, rumahnya ada di pedalaman anggalasan,orang bilang tungtung dunya (ujung dunia), Salopa, Tasikmalaya. Dalam perjalanan pulang melewati jalan menurun-menanjak berbatu, kadang jalan cor yang  sebagian sudah rusak. Terkadang juga jalan tanah merah. Ketika itu sudah hampir magrib. Saya bilang ke istri saya takut ban bocor kalau melewati jalan yang seperi ini, mana hari sudah mulai gelap, mana ada bengkel yang buka malam-malam, ketika itu istri saya lagi hamil 7 bulan kalau tidak salah.  Pas kumandang adzan magrib motor terasa goyang. Dan kita pun berhenti nge-cek ban. Ternyata Bocor. Saya dorong motor nyari bengkel, istri jalan di belakang. Ada beberapa bengkel, sayang... dah pada tutup.
Sehabis istri saya lahiran, saya dapat tugas nyuci pakaian,setumpuk, tiap hari, tinggal di rumah mertua, dan tidak ada mesin cuci. Saya jemur pakaian di belakang rumah setelah beres saya melihat tali tambang jemuran diikatkan ke paku yang menancap di dinding rumah dan sudah berkarat. Saya bilang dalam hati suatu saat ni jemuran akan jatuh. Baru saja membalikan badan, Gubbrraaaakk..!!! saya tengok ternyata jemurannya jatuh, tali tambangnya putus. Semua pakaian kotor lagi, nyuci lagi.
Lain cerita, yang ini terjadi ketika saya main ke rumah orang tua. Kebetulan adik saya, si bungsu, Iis, orang memanggilnya nyai, libur kuliah di IAIC Cipasung, Tasikmalaya. Ketika saya mau pulang dan sudah pamitan. Saya melihat ada genangan air di depan kamar adik saya. Saya bilang, “nyi tolong air depan kamar dilap, ntar keinjak, jatuh.” Baru saya selesai bicara, tiba tiba ponakan saya, Nabila, yang masih duduk di bangku TK, datang dari kamar lain setengah lari, menginjak genangan air tadi. Dan..... gubraakkkk....!!!! ti jengkang nangkarak bengkang (terjerembab ke belakang sekeras-kerasnya) dengan kepala membentur lantai. Nabila terdiam sejenak belum sadar apa yang terjadi, lalu menangis sejadi-jadinya.
Pagi-pagi saya buka pintu rumah, saya melihat ada anak kucing maen di jalan. Kalau anak sapi mah keur kumincir (lagi nakal-nakalnya). Si kucing duduk di jalan, tengok kiri tengok kanan. Saya berniat menyingkirkan kucing itu dari jalan, takut terlindas kendaraan yang lewat, karena pagi itu lumayan ramai, hari rabu, hari pasar di desa saya, dan juga karena saya suka banget dengan jenis binatang yang satu ini. Saya berniat mau pake baju dulu, karena ketika itu saya cuma pake kolor bola, Arsenal. Jadi malu keluar rumah pake kolor doang. Baru saja mau balikan badan, tiba-tiba datang dari arah barat sebuah bis. Aduh... tu kucing masih aja asyik maen di jalan, saya panggil-panggil juga tetep aja ga denger. Dalam hitungan tiga, 1, 2, 3, craakkk....!!! si kucing kecil rata dengan jalan cor, terlindas roda depan-belakang bis. Saya melihat jelas dengan mata kepala saya sendiri si kucing tengah asyik maen, tiba-tiba?? Ya allah, (hati) saya menangis, coba tadi saya langsung lari aja ke jalan buat nyelametin tu kucing, biarpun cuma pake kolor. Lalu saya ambil cangkul, saya kuburkan. Maafkan aku.
Jam 10 waktunya para siswa istirahat di sekolah di mana saya mengajar. Saya pun beniat menghadiri sebuah hajatan khitanan jaraknya kira-kira 1 KM dari sekolah. Ketika itu di ruang guru, pak undang, kawan saya sesama honorer cerita amplop tertukar. Ini dialami oleh temen kuliahnya, ajengan (ustadz) nurdin, beliau ini salah seorang pengasuh pesantren Al-Hidayah, Cikalong, Tasikmalaya. Ust. Nurdin ini biasa menerima undangan ceramah hajatan, terutama di bulan rajab atau rabi’ul awal. Karena tidak ada kendaraan ust. Nurdin biasa naik ojek PP. Ketika selesai ceramah, sohibul hajah membawa dua amplop, satu untuk ust. Nurdin dan satu lagi untuk ojek. Tanpa pikir panjang amplop langsung dimasukkan ke saku jas oleh ust. Nurdin begitu juga si tukang ojek.
Setelah tiga hari tukang ojek datang ke rumah ust. Nurdin. Untuk Menanyakan amplop. Masa ongkos ojek sampe 300 ribu, apa mungkin tertukar. Lalu ust. Nurdin mengambil amplop di saku jas yang di gantung di kamar. Dan ternyata isinya Cuma 30000. Ustdz Nurdin mengikhlaskan amplop ceramahnya buat tukang ojek. Mungkin sudah rezekinya.
Setelah mendengar cerita Pak Undang saya pergi ke sebuah hajatan khitanan dengan membawa dua amplop. Satu amplop gaji (honor), karena pagi tadi saya baru gajian. Satu lagi amplop buat yang punya hajat dan sudah ditulisi nama saya. Setelah sampai saya langsung memberikan amplop tersebut ke meja panitia kemudian makan (prasmanan). Dikira cukup saya pamit pulang.  Tapi sebelumnya mau nyecep (ngasih uang ke anak yang di khitan) dulu. Tenyata amplop yang ada namanya masih ada saku kemeja. Berarti amplop honor diberikan ke meja panitia. Dengan malu-malu saya bicara ke penerima tamu bahwa amplopnya tertukar. Seperti cerita ustd. Nurdin yang saya dengar beberapa menit sebelumnya.
Saat ini saya alhmadulliah sudah dikaruniai dua orang anak perempuan. Ketika itu anak saya yang ke-2 sebut saja Shahnaz  jatuh sakit. Biasa penyakit umum anak-anak demam tinggi. Pagi-pagi saya sama istri mau ngobatin shahnaz. Obat sirupnya sudah dituang di sendok. Sementara saya megangin shahnaz supaya tidak berontak. Tapi sbelumnya saya bilang ke istri “ mi, tutup dulu botol obatnya, nanti tum.......” belum selesai saya bicara, tiba-tiba kaki kiri shahnaz bergerak dan mengenai botol obat lalu tumpah.
Demikian beberapa kejadian yang tergambar terlebih dahulu dan terjadi. Mungkin anda pun pernah mengalaminya????



Advertisement