“Jika anda ingin beribadah sebanyak-banyaknya datanglah ke Mekkah. Jika anda ingin ilmu sebanyak-banyaknya datanglah ke Mesir. Jika anda ingin pendidikan sebanyak-banyaknya datanglah ke Gontor,”

WARNA GONTOR DALAM KUNJUNGAN RAJA SALMAN

Advertisement
Advertisement
*WARNA GONTOR DALAM KUNJUNGAN RAJA SALMAN*

Dalam kunjungan Raja Salman bin Abdul Aziz ke Indonesia yang sangat spektakuler ini, nampak warna Gontor menghiasi kunjungan penjaga dua Masjidil Haram. Bukan hanya para alumninya saja, bahkan kiainya pun menjadi sorotan.
Sedari awal kedatangan Raja Arab Saudi tersebut, sudah nampak para alumni Gontor menyambut dan mendampinginya. Saat turun dari tangga pesawat di Bandara Halim Perdana Kusuma Jakarta, Presiden Jokowi menyambutnya dengan hangat.

Baca juga : DEBAT CAPRES DAN CAWAPRES ALUMNI GONTOR
Warna Gontor bahkan nampak sejak saat itu. Ada Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI yang mendampingi beliau dari Bandara Halim menuju Istana Bogor dalam satu mobil. Bahkan di mobil mercedez limosin, Raja Salman hanya ditemani oleh Menteri Agama yang lulus Gontor pada 1983 dan seorang penerjemah. 

Siapakah penerjemahnya? Tidak lain ialah Dr. Muchlis Hanafi, Kepala LPMA Kemenag yang mendampingi Presiden Jokowi untuk menerjemahkan percakapan kedua pemimpin negara tersebut sejak kedatangan di Halim hingga Istana Bogor. Mukhlis adalah alumni Gontor 1988. 

Tak cukup itu, sesampainya di Istana ada penerjemah presiden lainnya yang merupakan alumni Gontor. Adalah Syahrul Murojab, alumni Gontor 1999 yang usai menamatkan studinya di Tripoli, Lybia ia meniti karier sebagai diplomat di Kemenlu. Murojab merupakan salah seorang putra asli Batang.

Tak luput pula dari sorotan publik, alumni senior Gontor tahun 1976, Dr. AM Fachir, Wakil Menteri Luar Negeri RI, salah seorang kabinet yang ikut dalam pertemuan rombongan kedua negara di Istana. Sebelum menjadi Menlu, Fakhir pernah dua kali menjadi Duta Besar RI di Kairo dan Riyadh.
Hari ini (2/3), warna Gontor semakin kentara dengan hadirnya Kiai dan alumni Gontor yang hadir sebagai undangan Presiden Jokowi pada acara silaturahim tokoh Islam Indonesia dengan Raja Salman yang digelar di Istana Negara.
KH. Hasan Abdullah Sahal, Pimpinan PM Gontor menjadi nama pertama dalam daftar undangan acara tersebut. Ada pula sederet nama lain yang diundang yang merupakan alumni Gontor seperti: KH. Hasyim Muzadi sebagai Wantimpres (alumni 1960an), Prof. Dr. Din Syamsuddin sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat (alumni 1974), Dr. Hidayat Nur Wahid sebagai Wakil Ketua MPR RI (alumni 1976), dan Prof. Dr. KH. Ahmad Syatori Ismail sebagai Ketua Ikatan Dai Indonesia (alumni 1976).
Ada pula dari kalangan pesantren alumni Gontor yaitu KH. Dr. Ahmad Fauzi Tidjani sebagai Pimpinan Ponpes Al-Amin, Sumenep (alumni 1995). Ayahnya, KH. Tidjani Jauhari yang juga alumni Gontor (1960an), pada dekade 1980an lama berkiprah di Rabithah Alam Islami yang berkantor pusat di Makkah dan Dr. KH. Sofwan Manaf sebagai Pengasuh Ponpes Darunnajah Jakarta (alumni 1987).
Saat Raja Salman mengunjungi Masjid Istiqlal, di sana _Khadimul Haramain_ yang sangat kharismatik itu disambut hangat oleh Dr. KH. M. Muzammil Basyuni sebagai Ketua Badan Pelaksana Pengelola Masjid Istiqlal. Muzammil yang alumnus Gontor 1967 dan pernah menjadi Duta Besar RI di Damaskus itu dengan fasihnya menjelaskan sejarah dan perkembangan Masjid Istiqlal di depan Raja Salman dalam kunjungannya ke masjid kebanggaan Indonesia tersebut.
Kiprah santri alumni Gontor di pentas nasional maupun internasional tidak diragukan lagi. Din Syamsuddin, misalnya, kini dipercaya menjadi Presiden _World Peace Forum_, yaitu sebuah forum perdamaian dunia yang beranggotakan tokoh-tokoh dunia dan para mantan kepala negara. Juga Kiai Hasyim Muzadi yang kini menjadi Sekjen ICIS _(International Conference of Islamic Scholars)_, sebuah perhimpunan intelektual muslim dunia. Sedangkan Hidayat Nur Wahid pernah memimpin organisasi dewan perwakilan rakyat dunia Islam.
Tidak diragukan lagi sistem pendidikan pesantren mampu melahirkan tokoh dan pemimpin-pemimpin umat yang berkiprah baik di kancah nasional maupun internasional. Sehingga tepat jika dikatakan bahwa pesantren adalah aset bangsa yang sangat penting dalam kerangka investasi sumber daya manusia Indonesia masa depan yang unggul dan berdaya saing tinggi. Gontor dengan sistem KMI-nya, dan juga puluhan ribu pesantren lainnya telah membuktikan dirinya.
(Info dari fb kang Achyat Progresife)

Advertisement